

Meski kadang dibebani oleh label yang peyoratif, partisipasi tak terlembaga merupakan arwah dari partisipasi terlembaga karena proses politik sebenarnya terjadi di ruang keseharian masyarakat.

Partisipasi tak terlembaga biasanya muncul melalui komentar, obrolan, kritik, poster protes, hingga mobilisasi aksi massa. Sebaliknya, partisipasi tak terlembaga berada diluar sistem politik dan berkaitan erat dengan proses sosial sehari-hari. Partisipasi terlembaga berhubungan erat dengan sistem politik yang berlaku, dalah satu wujudnya adalah pemilihan umum. Partisipasi politik sendiri dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu partisipasi yang terlembaga dan partisipasi yang tidak terlembaga. Asumsi inilah yang melatari pendapat Castells tentang alternatif ruang publik yang disediakan oleh media sosial. Singkatnya, baik konsep Agora maupun Ruang Publik adalah ruang terjadinya partisipasi sosial-politik tanpa hambatan. Dalam konsepsi modern, Agora dapat disejajarkan dengan konsep Ruang Publik yang oleh Habermas disempurnakan sebagai ruang dalam artian area fisik maupun media dimana setiap orang dapat berdebat, berdiskusi dan membentuk konsensus bersama. Di Agora, informasi dipertukarkan melalui pembicaraan atau pesan yang ditempel di dinding. Pertanyaannya adalah jika aktivitas di media sosial dapat dijadikan ukuran partisipasi politik mengapa partisipasi tersebut berbanding terbalik dengan partisipasi pemilih yang terus menurun.ĭalam mitos Yunani pasca Homer, dikenal istilah Agora yang merujuk pada sebuah ruang dimana barang dan informasi dipertukarkan. Tidak hanya negara berhaluan Komunis sepert China dan Vietnam yang membatasi kebebasan internet, negara non-komunis seperti Korea Selatan, Filipina, dan Singapura juga mengatur kebebasan internet.ĭi Indonesia, aktivitas di media sosial bahkan mengakibatkan banyak pemilik akun media sosial ditangkap karena cuitannya. Beberapa negara pun bersikap reaktif terhadap aktivitas warganya di dunia maya. Mesir dan Tunisia telah membuktikan keampuhan media sosial dalam mobilisasi politik. Media sosial menjadi wilayah netral dimana negara tidak dapat muncul dalam bentuk represifnya. Menurutnya juga konsepsi ruang publik Habermas telah terwujud dalam media sosial dimana kekuasaan dan kebebasan muncul tanpa hambatan.

Kebebasan ini begitu menjanjikan, meretas semua batas yang ada di dunia nyata, menjadikan segala yang tidak mungkin menjadi mungkin.Īdalah Manuell Castells (2010) yang berpendapat bahwa pengembangan teknologi informasi internet mampu mendorong munculnya gerakan sosial dan partisipasi demokrasi melalui media sosial baru. Media Sosial memungkinkan orang untuk dapat berkomentar dan mengkritik apapun, mendukung siapapun dan isu apapun tanpa harus mengalami kendala jarak, ruang dan waktu. Sebaliknya, kini politik pun dipengaruhi oleh aktivitas di media sosial, kita dapat melihat fenomena bagaimana aktivitas media sosial dijadikan ukuran untuk popularitas isu kebijakan ataupun popularitas kandidat politik. Siapa tak tahu kalau tokoh-tokoh nasional kini memiliki akun di twitter untuk berkomunikasi dengan masyarakat, Siapa juga tak sadar kalau berbagai wacana politik mengalir deras di sosial media.Īktivitas politik kini merambah ke dunia maya melalui media sosial, blog, dan website. Kini, kampanye politik memasuki wilayah media sosial yang selama ini luput dari perhatian para politisi. Belakangan ini media sosial tak lagi sekadar soal bertemu teman lama atau mencari teman baru. Anda tentu tidak lagi asing dengan media sosial di internet seperti Facebook, twitter,instagramdan lainnya.
